SejajarInfo.Id – Pemerintah Kabupaten Bulukumba prihatin atas meningkatnya kasus pernikahan usia anak. Kabupaten Bulukumba menjadi salah satu penyumbang ketiga terbesar angka pernikahan usia anak di Sulawesi Selatan setelah Kabupaten Wajo dan Maros.
Kondisi ini pula yang menjadi salah satu faktor penyebab masih tingginya angka stunting dan angka perceraian di kabupaten berjuluk Bumi Panrita Lopi.
Berdasarkan paparan dari Pengadilan Agama Kabupaten Bulukumba, kebanyakan kasus perceraian terjadi pada pasangan yang menikah di usia muda. Kementerian Agama Kabupaten Bulukumba menyampaikan, tahun 2022 lalu, terdapat 62 pasangan yang dinikahkan di bawah umur. Bahkan menurut Dinas Kesehatan Bulukumba, tahun ini, terdapat 4.409 jumlah ibu hamil dan 1.839 di antara ibu hamil tersebut ternyata masih berusia anak.
Hal ini mengemuka dalam rapat koordinasi yang dipimpin Andi Edy Manaf, Wakil Bupati Bulukumba, di Kantor Bupati, Rabu, 8 November 2023.
Rapat koordinasi dihadiri Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bulukumba dan jajarannya dan beberapa instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, Pengadilan Agama, Pemerintah Kecamatan, Tim Penggerak PKK Kabupaten Bulukumba, dan Pengurus Puspaga Bulukumba.
Menurut Wabup Edy Manaf, pintu utama terjadinya kasus stunting ialah perkawinan anak, dimana isu ini menjadi kompleksitas pada permasalahan rumah tangga.
“Setiap bulannya tercatat sebanyak dua kasus perceraian di Kabupaten Bulukumba,” kata Edy Manaf.
Menurutnya, pernikahan usia anak sangat erat kaitannya dengan seluruh program yang dilakukan oleh pemerintah yang bermuara pada terjadinya kasus stunting, sehingga dibutuhkan oleh perhatian berbagai pihak.
Berdasarkan data yang ada, kasus pernikahan usia anak di Kabupaten Bulukumba tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Kajang, Kindang, dan Gantarang.
Wakil Bupati yang juga Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Bulukumba juga menyampaikan bahwa semua stakeholder harus berangkat dengan komitmen.
“Salah satu komitmennya adalah bagaimana mengupayakan ketersediaan anggaran untuk memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak buruk pernikahan usia anak. OPD terkait harus hadir dengan tujuan meretas permasalahan yang ada di masyarakat. Ketika pemerintah bicara terkait output maka tentu yang dibicarakan adalah outcome,” pinta Andi Edy Manaf.
Lebih lanjut, Andi Edy Manaf memberikan petunjuk kepada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bulukumba untuk menjadikan stunting dan pencegahan pernikahan anak sebagai program prioritas tahun 2024. Ia juga memberikan catatan kepada setiap camat dan perwakilan camat yang hadir untuk menindaklanjuti apa yang menjadi hasil dari rapat koordinasi tersebut, agar persoalan ini juga menjadi tanggung jawab pemerintah kecamatan.
“Saya minta dilaksanakan rapat tingkat kecamatan dengan mengundang Kantor Urusan Agama serta melibatkan pihak terkait guna meretas segala hal yang terkait upaya pencegahan pernikahan usia anak. Selanjutnya dibuat payung hukum atau regulasi pencegahan pernikahan anak,” ungkapnya
Wabup Edy Manaf juga memberikan penegasan kepada jajaran Pengadilan Agama Bulukumba agar tidak longgar terkait pemberian dispensasi kawin.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dr Wahyuni mengatakan perlunya regulasi yang dibentuk dan diterapkan hingga ke tingkat desa.
“Perlu diberlakukan sanksi kepada masyarakat apabila menikahkan anaknya yang masih di bawah umur sesuai peraturan pemerintah,” katanya.
Kabid PPPA, Irmayanti Asnawi
mengatakan pihaknya sudah masif melakukan sosialisasi bersama tim PUSPAGA di 10 kecamatan untuk mencegah perkawinan usia anak.
“Memang kita harus kerja kerja kolaborasi bersama OPD dan leading sektor terkait. Oleh karena kalau hanya DP2KBP3A saja mustahil bisa kita tekan angka perkwinan usia anak,” imbuhnya.
Dikatakan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bulukumba sudah berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak buruk pernikahan usia anak.
Namun sayangnya, jumlah sasaran yang dapat dijangkau sangat terbatas mengingat anggaran yang tersedia sangat terbatas. Untuk itu diharapkan anggaran untuk kegiatan pencegahan pernikahan usia dini dapat ditingkatkan.(*)