banner 728x250
Sosial  

Romantisme Pasutri Desa Bontomanai, Buat Kaum Muda Iri

banner 120x600
banner 468x60

SejajarInfo.id – Saat sibuk – sibuknya pemuda latihan sepakbola dilapangan utama desa Bontomanai, sepasang mata tertuju kepada pasangan pasutri yang lewat di pinggiran lapangan bola depan mesjid Al – Azhar  SMP 40 Bulukumba.

yah, namanya Haji Cale. pria yang bertempat tinggal di desa Bontomanai Kec. Rilau Ale itu nampak sangat bahagia dan ceria menunggangi kudanya. Sesekali berbicara dengan sang istri yang begitu rekat di belakangnya. Tanpa menggunakan alas kaki dan pakaian sederhana yang nampak dari berkebun.

banner 325x300

Dua utas tali dipegang suami yang bernama Haji Cale, beserta Istrinya yang bernama Hajjah Tombong  menunggangi kuda berwarna kecokelatan melewati jalan bebatuan itu.  Usianya sekitar 70 tahun, selisih usia 10 tahun dengan sang suami. Pasangan romantis ini memang tak mengenal kendaraan modern. Hanya menunggang kuda sejak berpuluh tahun lalu. Pasangan lansia ini baru saja pulang dari kebun. 5 kilometer dari rumahnya di kampung Borong Dasi desa Bontomanai, Kecamatan Rilau Ale.

Hentakan kaki kuda begitu dinikmati. Perlahan menyusuri jalan bebatuan desa bontomanai. Dua buah karung berisi hasil kebun. Biasanya berisi kelapa tua, atau sayur mayur. Kadang pula membawa pulang jagung muda untuk disantap di kediamannya.

Rumahnya sederhana di Borong Dasi. Rumah Panggung dengan ukuran seadanya. Haji Cale dan Hajjah Tombong dikenal warga sebagai sosok sederhana meskipun 1 anaknya menjadi kepala dusun dijajaran pemerintah desa, dia tidak tergantung ke anaknya tersebut. mereka juga  memiliki lahan kering dan basah yang cukup luas untuk dijadikan ladang penghasilan. Dari hasil bertani dan berkebun itu juga dijadikan biaya untuk anaknya menempuh pendidikan tinggi.  Tinggal berdua setelah sang buah hati berpisah rumah karena telah berkeluarga. Anaknya lima orang, 4 perempuan dan 1 orang lelaki dan kesemuanya telah sukses dari jerih paya H. Cale dalam bertani dan berkebun.

Ida, salah seorang kerabat Pasutri Lansia ini, mengakui sosok sederhana itu. Sejak dulu memang dikenal sederhana dan penyabar. Berbicara seadanya, dan santun kepada semua orang.

“Sabar memang dia. Dari dulu juga selalu naik kuda ke kebunnya. Kadang naik bersama, kadang masing-masing menunggangi kuda,” kata Ida.

Pasutri ini kata Ida dikenal gigih oleh masyarajat setempat. Tak berneko-neko dan tidak tersentuh modernisasi yang kental.

“Dia memang dak suka naik motor. Kadang hanya dibonceng sama anaknya. Selaluji naik kuda kalau ke kebunnya biar jauh,” kata Ida lagi.

Saat foto pasutri ini tersebar di sosial media, sejumlah netizen terharu. Mereka mengakui keromantisan keduanya. Setia dan sederhana.

Foto keduanya menunggang kuda diabadikan oleh salah seorang jurnalis Bulukumba. Saat diunggah di sosial media pun mendapat tanggapan positif.

Agar sang istri tidak kelelahan, kadang ia hanya berjalan kaki sedangkan istrinya duduk cantik di atas pelana. Sedangkan Haji Cale Menggenggam tali kekang dan berjalan kaki agar kudanya tak salah jalan.

Keromantisan pasangan renta ini membuat iri anak muda sekarang. Bagaimana tidak, perjalanannya berpuluh tahun ini didampingi istri tercinta, suka dan duka. Kadang pulang dari kebunnya dalam gelap gulita, yang hanya menunggangi kuda. tentu, berbeda dengan anak zaman sekarang yang memiliki gengsi tinggi dalam pekerjaan dan kendaraan. Cerita H. Cale dapat menjadi motivasi tuk kaum kaula muda zaman sekarang.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *